Jagat maya Indonesia dipenuhi konten “Peringatan Darurat Indonesia” yang marak diproduksi oleh influencer media social. Dengan model konten yang mirip dengan pesan peringatan di televisi era 90an, seruan ini viral. apa yang sebenarnya terjadi hingga pesan seragam ini kompak diproduksi influencer.
Putusan MK dan Begal Politik DPR RI
Diketahui,pesam ini viral sejak kemarin, 21 Agustus 2024, menyusul reaksi DPR Indonesia yang bergerak cepat untuk merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) hanya sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan 60 dan 70 yang dianggap sebagai “angin segar” bagi demokrasi. Putusan MK ini diketahui menbuka jalan bagi Mantan Gubernur Jakarta dan Peserta Pemilu Presiden, Anies Baswedan untuk maju ke Pilkada Jakarta dengan usungan PDIP. Sebelumnya Anies-PDIP tak bisa maju karena tak memenuhi presidential threshold 20 persen. Kini melalui putusan MK tersebut, ambang batas itu disesuaikan menjadi 7,5 persen yang membuat PDIP sebagai pengusung Anies memenuhi persyaratan.
Selain itu, keputusan nomor 80 yang mensyaratkan batas usia calon Gubernur menjadi 30 tahun juga membuat putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep tak bisa maju di Pilkada Jawa Tengah.
Merespon hal ini, Lembaga Legislatif Indonesia, DPR RI langsung bergerak cepat merevisi UU Pilkada untuk mengangkangi putusan MK tersebut. Revisi ini dinilai sebagai bentuk “pembegalan” terhadap keputusan MK, yang dipandang akan menciptakan “demokrasi palsu” dalam Pilkada 2024.Delapan dari sembilan, menyetujui untuk hanya menerapkan sebagian dari putusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah dalam revisi UU Pilkada. Sementara itu, beberapa keputusan MK lainnya diabaikan
Salah satu perubahan kontroversial dalam revisi ini adalah penurunan ambang batas parlemen yang hanya berlaku untuk partai nonparlemen, sementara partai yang memiliki kursi di DPRD harus memenuhi syarat minimal 20% kursi di legislatif daerah atau 25% akumulasi suara untuk dapat mengajukan calon kepala daerah. Selain itu, revisi ini menetapkan batas usia minimal untuk calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun saat pelantikan, yang membuka peluang bagi Kaesang, yang baru akan berusia 30 tahun pada saat pelantikan.
Kritik Tajam
Upaya begal politik ini pun lantas memperoleh kritik tajam dari para pengamat, Titi Anggraini dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang menyebut langkah DPR ini sebagai tindakan yang bertentangan dengan konstitusi. Revisi UU Pilkada ini dianggap menguntungkan pihak-pihak tertentu. Dosen hukum tata negara dari Universitas Andalas, Charles Simabura, menuduh DPR melakukan “cherry picking” dalam memilih bagian dari putusan MK yang menguntungkan mereka, sambil mengabaikan yang lainnya. Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, juga mengungkapkan bahwa revisi ini secara langsung dapat menjegal peluang PDIP untuk mencalonkan kandidat mereka di DKI Jakarta, serta menutup kemungkinan bagi Anies Baswedan, seorang figur populer di Pilkada DKI Jakarta, untuk maju. Dalam dinamika ini, revisi UU Pilkada juga menimbulkan kekhawatiran akan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.
Secara keseluruhan, revisi UU Pilkada ini menimbulkan perdebatan sengit dan kekhawatiran tentang masa depan demokrasi Indonesia, dengan banyak pihak yang merasa bahwa langkah ini lebih menguntungkan elite politik tertentu daripada mewakili kepentingan rakyat. Jika revisi ini disahkan, bukan hanya PDIP atau Anies Baswedan yang akan terjegal, tetapi juga demokrasi di Indonesia yang bisa berada dalam ancaman besar.
Sementara itu, PDIP, melalui Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto dan politisi Masinton Pasaribu, menegaskan bahwa mereka akan tetap mengacu pada putusan MK dalam mencalonkan kandidat kepala daerah, meskipun mereka mungkin menghadapi hambatan hukum jika revisi UU ini disahkan. PDIP juga membuka opsi untuk mencalonkan Anies Baswedan, namun keputusan final akan diumumkan pada 27 Agustus 2024.